“SELOW AJA (SANTAI SAJA)”
Oleh:
Ahmad Roki Robbani
“Selow aja kali, masih ada besok” dan “Woles
bro, nanti dilaksanain kok”. Dua kalimat tersebut ataupun yang serupa merupakan
kalimat yang seringkali saya dengar dalam bersosialisasi dengan remaja sebaya
ataupun lebih muda dari saya. Mendengar kata tersebut cukup membuat hati ini
terdiam dan seakan menaruh harapan atas apa yang akan dia dilakukan. Akhirnya
saya memutuskan untuk membiarkan masalah tersebut dan mencoba melihat hasil
dari pekerjaannya. Waktupun berlalu, seiring kalimat pengingat yang kuucapkan
mungkin membuat dirinya khilaf, lantas
kucoba untuk menegurnya untuk yang kedua kali dan kalimat tersebut terjadi dan
kembali terulang. Saya pikir daripada mencoba menunggunya untuk melakukan
pekerjaan yang ditugaskan kepadanya, lebih baik saya yang mencoba
menyelesaikannya.
Kasus
diatas secara tidak sadar menimbulkan beberapa pertanyaan dalam diri kita. Apa
yang salah dari sepenggal kisah diatas? Mungkin kelalaian atau murni
kekhilafan? Tentu kita tidak akan pernah mengetahui apa yang ada didalam hati
manusia melainkan Allah SWT. Tetapi dengan sangat mudah disadari terdapat kata
respon yang diucapkan oleh lawan bicara, yaitu kata “Selow/Woles” atau biasa diartikan dalam bahasa Indonesia yakni
santai/tenang. Kata tersebut merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yakni
“Slow” yang berarti lambat.
Dalam
kehidupan sehari-hari, remaja kita di Indonesia memang senang sekali
menggunakan kosakata baru dalam melakukan interaksi sosialnya baik kepada teman
sejawat, seseorang yang lebih muda maupun yang lebih tua. seperti kata Sepik (Omong Kosong), Bokis (Bohong) dll. pada tulisan kali
ini kita tidak akan membahas mengenai banyaknya istilah-istilah bahasa
Indonesia yang asing yang seringkali kita dengar dan ucapkan. Tetapi kita akan
membahas mengenai penggunaan kata “Selow/Woles”
yang seringkali kita kita dengar di lingkungan sosial kita.
Sah-sah
saja memang jika kita menggunakan kata tersebut dalam melakukan interaksi
dengan seseorang. Walaupun belum ada
penelitian yang membahas menganai efek dari kebiasaan menggunakan kataini,
namun saya rasa penggunaan yang terlalu sering terhadap kata tersebut cukup
membuat kita menaruh perhatian. Pengucapan kata “Selow/Woles” yang kita lakukan secara terus menerus dapat menjadi
peluru ghazwul fikr terhadap diri kita sendiri. Secara psikologi, kata yang
sering diucapkan secara terus menerus dapat melekat kedalam longterm memory
kita dan dapat mempengaruhi prilaku kita. Setidaknya itulah maksud dari
penelitian Johg Barg terhadap pengaruh sebuah kata. Jika itu berlaku terhadap
kata yang berkonotasikan positif maka hal itu berlaku juga dengan kata yang
berkonotasikan negatif. Secara tidak langsung jika kita mengambil makna
penelitian Johg Barg diatas, pengaruh kata “Selow/Woles”,
bisa menjadikan cara berfikir dan prilaku kita menjadi santai/tenang. Tapi
Hmmm.. apakah benar begitu? Kita telah sama-sama mengetahui dalam Al-Quran
Surat Ar’Rad ayat 13 bahwa HANYA dengan mengingat Allahlah kita menjadi tenang.
Lantas apa makna lain yang sebenarnya dari kata “Selow/Woles” yang sering diucapkan secara terus menerus?
Mari
kita kembali kepada kasus diatas, dengan pengucapan kata tersebut yang
dilakukan secara berulang-ulang, maka hasil yang didapat bukanlah sebuah
ketenangan melainkan lebih mendekati sebuah kelalaian. Ya, sebuah kelalaian.
Mengapa? Karena dengan pengucapan kata “Selow/Woles”
yang dipakai secara terus-menerus secara otomatis tubuh dan pikiran kita akan
merespon kata tenang yang coba dibuat-buat, sehingga terjadi sebuah penundaan
demi penundaan. Jika terus berlanjut maka kondisi yang berlaku selanjutnya
adalah sebuah kelalaian. Banyak kisah orang-orang salaf dan sahabat nabi agar
berlaku waspada terhadap kelalaian. Seperti kisah prajurit Talut yang meminum
air di sebuah sungai melebihi yang diperintahkan sehingga jadilah mereka
orang-orang yang lalai atau seperti prajurit yang berjaga di bukit sewaktu
perang uhud. Dengan prasangka-prasangka bahwa peperangan telah berakhir dan
mendapatkan kenyamanan dan keamanan mengakibatkan mereka lengah dan lalai
terhadap apa yang dipertintahkan Nabi Muhammad saw kepada mereka.
Sebagai
seorang muslim tentulah kita harus memperhatikan lingkungan sosial yang
terjadi, dengan mengenali ciri-ciri yang tidak sesuai dengan manhaj Agama
Allah, maka bisa dipastikan secara halus merupakan sebuah serangan ghazwul fikr
terhadap kita. Penggunaan kata “Woles/Selow” yang marak terjadi dalam interaksi
remaja muslim di Indonesia dan dilakukan secara terus menerus, secara tidak
langsung dapat membawa bangsa ini menuju kelalaian dan sikap bersantai-santai
dengan kondisi yang terjadi. Hal ini sangatlah berbeda dengan yang seharusnya
didapat oleh remaja dan kaum muslim pada doa-doa mereka, terutama saat
menghayati surat Al-Fatihah ayat 6-7 yang kita ucapkan dalam shalat. Dimana
kita meminta sebuah jalan yang lurus, dimana didalamnya terdapat jalan risalah
para nabi yang penuh dengan ujian dan jauh dari kenyamanan. Merekapara Nabi dan
orang-orang yang beriman senantiasa memohon jalan yang diberkahi untuk melalui kerasnya
kehidupan dan menjual dirinya untuk kehidupan akhirat. Semoga senantiasa
mengingatkan kita kepada Allah swt dan dijauhkan dari kelalaian. Aamiin.
Wallahualam bissawab.
0 komentar:
Posting Komentar